Iya, itu dia, tidak salah lagi! Berdiri mematung seorang diri di pinggir jalan. Aku sampai meminta supir taksi memutar sekali lagi –yang berarti membuat argo berjalan lebih lama– untuk memastikan.
Bukan pertama kali ini aku tidak sengaja bertemu dengannya. Yang pertama di satu tempat wisata di Bandung. Aku dengan keluargaku, dia dengan keluarganya. Yang kedua di perjalanan-mencari-peruntungan-di-Jakarta entah yang ke berapaku ini. Memang kecil ya dunia ini, ternyata.
Aku jadi bingung. Sekarang posisi kami sudah sangat dekat. Haruskah aku berlari menemuinya, memberi pelukan hangat dan cium pipi? Ah, aku baru ingat kami kan tidak saling kenal, nanti dia malah lari ketakutan. Haruskah aku mengenalkan diri lebih dulu? Atau haruskah aku pura-pura tersesat dan bertanya jalan, atau jam berapa sekarang? Huh, membayangkannya pun tampak konyol.
Akhirnya aku malah memilih untuk memandanginya saja dari jauh. Dia terlihat… hmm, menarik. Ini aneh, karena pertama, aku sama sekali tidak kenal dengannya. Walaupun sebenarnya aku sudah tahu banyak hal tentang dia. Bukan hal yang sulit di era teknologi informasi ini. Aku sampai tahu nama-nama sahabat terdekatnya, judul Tugas Akhirnya, dan kapan kakaknya menikah. Dan kedua, harusnya aku membencinya. Karena rambutnya panjang atau bajunya warna biru, atau apalah.
Tapi aku malah merasa begitu dekat dengannya. Mungkin karena aku melihat ada diriku pada dirinya.
Hei, gadis. Mungkin lain kali kita bisa melakukan banyak hal bersama. Mengobrol seru seperti sepasang teman lama yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu, ditemani secangkir kopi yang sama-sama kita suka. Mengobrol tentang apa saja: mulai dari quarter life crisis sampai potensi laut Indonesia. Atau menghabiskan waktu seharian sekedar untuk jalan-jalan, bergosip, atau membaca majalah.
Bukankah kita sepertinya punya banyak kesamaan –selain suka kopi? Kita sama-sama suka pantai dan tidak suka olahraga. Kita mungkin pernah meneriakkan idealisme dan semangat yang sama, walaupun dengan seragam yang berbeda. Kita mungkin pernah berkutat dengan rumus yang sama, mempelajari buku yang sama, walaupun di tempat yang berbeda. Kita sepertinya juga punya selera baju yang sama. Bahkan kita punya jenis rambut yang sama persis dan mungkin, ukuran celana jeans kita juga sama.
Oh iya, hampir lupa, kita juga pernah sayang orang yang sama. Dan… disayang orang yang sama? Memiliki harapan dan kekecewaan yang sama. Yang aku tidak tahu adalah bagaimana caramu melupakannya. Mungkin berbeda dengan caraku.
Gadis, aku benar-benar ingin berteman denganmu. Ini tulus… :)