12.2.06

Obsesi

“Duh, Dis, yg namanya obsesi itu di mana-mana nggak bagus, apalagi terobsesi sama cowok. Lu harus bisa ngilangin obsesi lu, gimanapun caranya. Kalau nggak sama aja lu nyiksa diri sendiri.”

Kira-kira begitu isi message dari Andin waktu aku curhat via SMS dengannya, beberapa bulan yang lalu.

Senopati, sepertinya memang aku harus melupakanmu. I must go on with my life.

Tapi…
Sampai sekarang, aku masih menyimpan rasa itu.

Senopati, salahkah aku? Benarkah aku?

Andin benar. Aku sudah mulai menyiksa diri sendiri.

2 comments:

M Arfah D said...

sy pikir ga masalah jika obsesi itu ada,dis! ya dijadikan saja sebg sebuah sisi kehidupan yg indah, pelengkap rasa manis (atau mgkn pahit) perjalanan. udh pusing kuliah,ad baiknya ingat obsesi yg sbenarnya kita udh tau bhwa itu ga akn terwujud. manis terlihat saat seseorang tersenyum sendiri di kala rambutnya udh semrawut gara2 stress, iya kan? (kayak org gila ga seh?hehehe

-arfah-

Adisti Dini Indreswari said...

"obsesi yang sebenarnya kita udah tau bahwa itu ga akan terwujud"

hmmm...
(speechless nih
^_^

 
design by suckmylolly.com