Namanya Miranti Mayangsari. Kami biasa memanggilnya Mir. Waktu awal kuliah, aku belum terlalu dekat dengannya. Badannya mungil, kulitnya putih, giginya dibehel, rambutnya pendek diikat ekor kuda, dan berkacamata. Tipe cewek yang meninggalkan image ‘cute’ hanya dengan sekali melihat. Apalagi first impression-nya juga agak childish. Bibirnya selalu tersenyum dan matanya selalu berbinar-binar, ramah dan ceria. At first, I thought she was just another pretty face.
Turns out that I was wrong. Tingkat 2, kami mulai dekat. Mulai duduk sebelahan saat kuliah, makan siang bareng, main bareng, curhat, dan saling memberi kado saat ulang tahun. Nggak butuh waktu lama untuk bisa klik sama dia. She’s so lovable. Ternyata dia jauh lebih dewasa dari yang kukira. Mungkin karena dia anak sulung, punya 2 adik. Ternyata dia pintar. Nilai-nilainya (aku heran) selalu bagus, bahkan dia pernah jadi nominasi mahasiswa berprestasi se-TL. Rumahnya sering jadi basecamp kami sebelum ujian. Ternyata dia hardworker. Itu yang aku simpulkan setelah beberapa kali satu kepanitiaan dengannya di himpunan. Ternyata dia tipe teman yang care, super baik, dan nggak tegaan sama orang. Dan yang paling penting, dia percaya aku bisa menulis. Dia yang memberi support saat aku jadi reporter itb.ac.id. Dia juga yang membaca dan mengomentari cerpen-cerpenku. Makasih Mir...
Surprise, waktu dia memutuskan untuk memakai jilbab. Akhir tingkat 2, kalau nggak salah. T-shirt pendek pas badan yang biasa menempel di tubuh mungilnya ia ganti dengan blus serba panjang yang lebih sopan. Kadang-kadang ia juga memakai rok panjang ke kampus. Ah, sahabatku ini telah membuat satu langkah besar dalam hidupnya...
She’s not just another pretty face. Pantas saja, guys are crazy over her. Seperti yang kutulis di atas, she’s just so lovable. Nggak banyak cewek yang punya inner beauty as well as outer beauty seperti dia.
Suatu hari Sabtu/Minggu di bulan April tahun lalu, aku kebetulan bertemu dengannya di kampus. “Dis, gue mau cerita,” katanya saat kami berjalan menyusuri Campus Center yang sepi. Nggak seperti biasanya, dia terlihat seperti orang linglung. Beberapa kali dia menangkupkan tangan ke mukanya, atau memelukku dan menyandarkan mukanya di bahuku lalu melepasnya lagi. Seolah-olah bingung jadi cerita atau enggak.
“Tentang apa, Mir?”
“Tentang cowok. Ada cowok...” dia bingung melanjutkan kalimatnya.
“Cowok yang mana?” ini pertanyaan yang wajar untuk seorang Miranti.
“Lu nggak kenal.”
“Emang kenapa? Masalahnya apa?” aku belum mengerti.
“Gue dilamar!”
Aku langsung shock. Waktu itu kami masih tingkat 3, buatku dia masih Miranti yang cute dan ‘anak kecil’ . Dia lalu memelukku lagi. Aku jadi ikut bingung harus bagaimana, aku kan belum pernah mengalami ini. Di depan lapangan basket, aku cuma bisa memberi saran untuk salat istikharah. Biar Yang di Atas yang menunjukkan jalannya.
Sejak itu, aku nggak pernah bertanya apa-apa lagi. Kami sepakat untuk merahasiakan dulu hal ini. Lama-lama teman-teman dekat yang lain mulai tahu. Dia bilang, jawaban dari salat-salatnya adalah “ya”. Tinggal masalah waktu. Setahuku, sejak putus dari pacarnya yang terakhir, dia memang nggak mau pacaran lagi, mau langsung menikah. Ternyata dia menemukan pasangan hidupnya lebih cepat dari yang aku (dan dia sendiri) bayangkan. Lucky her...
Hali-Miranti
Akhirnya hari bahagia itu tiba juga. She looks prettier than ever today, her wedding day. Whoa... terharu banget rasanya... Seorang sahabatku sudah menikah. Selamat menempuh hidup baru ya Mir... I’m sooooo happy for you!!! Doakan saya segera menyusul, haha...
4 comments:
barakallahu lakum buat miranti...
semoga penuh berkah pernikahannya..
oh.. ya ampun..
what a small world..
cowoknya itu kakak kelasku di sma3.. mantannya dia sahabat aku sendiri.. dulu jg suka main bareng..
wow.
dunia sangat sempit..
but I'm happy for them...
waaa..ikut senang!!! jadi pengen nikah, tapi ga ama anak 3 lagi, hahahaha
huoooo......
adis berlebihaaan ahhhh....
cute apaan coba wahahahahahaha..
iya bu doain yahhh...=)
Post a Comment